Pemerintah sedang sibuk menyusun Peraturan Presiden untuk Pasar Moderen. Seperti biasa, lama dan berlarut-larut, karena tarik-menarik kelompok-kelompok kepentingan.
Yang lucu adalah ada usulan (desakan, tepatnya, dari Asosiasi Pemasok atau apalah namanya itu) yang ingin memasukkan syarat dan ketentuan dagang (trading terms) yang mencakup "harga yang wajar". Pasar adalah tempat (dalam arti fisik maupun abstrak) bertemunya penjual dan pembeli yang lalu bertransaksi (baca: negosiasi). Jika keduanya mendapatkan 'surplus', maka jadilah transaksi itu. Jika tidak, tidak. Nah, 'pasar' yang harganya diatur oleh pihak ketiga (sebenarnya tidak sepenuhnya 'pihak ketiga', karena ia adalah perwujudan keinginan sebuah kelompok kepentingan yang masuk lewat lobi ke pemerintah) adalah bukan pasar.
Catatan: Untuk alasan yang tidak saya ketahui, RSS-feed untuk blog ini tidak ter-update dalam Bloglines maupun di Google Reader. Saya sedang berusaha memperbaikinya. Mohon maaf. Menurut Bloglines, hal ini bisa terjadi untuk WordPress. Saya memang menggunakan klon WordPress untuk Blogger di sini (lihat kredit di bawah). Terima kasih, dan mohon bersabar. (Aco)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
7 comments:
Tapi itu semua tergantung harga beli yang ditawarkan pemasok untuk pasar tradisional dan pemasok untuk pasar modern.
Pemasok untuk pasar tradisional mampu beli dengan harga Rp 100 dari produsen dan jual dengan harga Rp 150 ke pasar traditional lalu dijual Rp 160 ke konsumen. Sementara, pemasok untuk pasar modern mampu beli dengan harga Rp 110 dari produsen dan jual dengan harga Rp 140 ke pasar modern lalu dijual Rp 150 ke konsumen.
Apa yang bisa pemerintah buat terhadap itu? Dengan demikian pasar tradisional akan hilang pelan-pelan, apalagi jika produsen itu adalah pemasok.
Betul, Anymatters, pasar tradisional dalam pengertian itu akan hilang pelan-pelan. Dan memang semakin maju negara, semakin moderen pasarnya.
Pemerintah tidak perlu melakukan apa-apa untuk itu.
Namun memang ada saja konsumen yang butuh bentuk-bentuk pasar seperti Chatuchak di Thailand misalnya.
Dan itu akan terjadi, dengan atau tanpa pemerintah.
is it Chatuchak one of the tourist attractions? do you consider itc mangga dua lama as a traditional market too?
anyway, i miss pasar sentral as part of my high schooll time. also, mi titi when we quarelled with smansa schoolers :)
just guessing, are you smansan in the late 80s?
Anymatters, what a small world! You're from Makassar? Yes, I was at Smansa 88-91. Did we ever meet in one of those fights, hehehe?
But yes, I also miss Pasar Sentral, Pa'baeng-baeng, etc :-)
p/s yes, Chatuchak is a tourist attraction. I think Mangga Dua Lama is also traditional.
he he :) yeah aco, what a small world, cess! i lived in kowilhan tello just in front of pltgu schoolling at smanda from 88 but moved to jkt in 89. anyway, i hope that pltgu has been privatised.
any good from sma atirah, cendrawasih or rajawali femme schoolers? they're good targets for dudes like us used to be, aye? pls don't answer, in case she can catch the message.
btw, it's good to hear h kalla's son became the vice president.
Anymatters...and in Jakarta you went to that school in Menteng didn't you. You guys were not exactly our friends back then- I went to the school in Brawijaya.
no ujang, i went to cc first before moving to mksr. you must be one of the squared guys, eh? i have a couple of mates there named tenggi and beni upil.
Post a Comment