Catatan: Untuk alasan yang tidak saya ketahui, RSS-feed untuk blog ini tidak ter-update dalam Bloglines maupun di Google Reader. Saya sedang berusaha memperbaikinya. Mohon maaf. Menurut Bloglines, hal ini bisa terjadi untuk WordPress. Saya memang menggunakan klon WordPress untuk Blogger di sini (lihat kredit di bawah). Terima kasih, dan mohon bersabar. (Aco)

Sunday, May 20, 2007

Menimbang Desa (1)

Pagi ini di harian The Jakarta Post terpampang foto Presiden SBY dan istri sedang berbelanja di sebuah warung tepi jalan di Bogor. Dalam berita di bawahnya disebutkan betapa SBY terkejut menemukan fakta bahwa bensin dijual di dalam botol dengan harga Rp 300 lebih mahal ketimbang harga yang ditetapkan pemerintah. Jika berita tersebut benar, alangkah menggelikan, bahwa seorang doktor dalam bidang ekonomi terkejut dengan tindakan rasional semacam yang dilakukan oleh si pedagang tersebut. Kita mahfum, di dalam lingkungan ekonomi yang direstriksi, insentif untuk menaikkan harga selalu muncul, dan akan terealisasi jika permintaan pun menyambut.

Artikel tersebut bahkan mengutip SBY bahwa hanya dengan tinjauan dadakan ke lapangan seperti itulah, pemerintah bisa secara penuh mengerti sejauh mana program-program pembangunan bisa efektif, terutama di desa-desa. Kita lalu berpikir, apakah dengan demikian, sebaiknya semua menteri dan jajarannya melakukan kunjungan 'dadakan secara rutin' ke lapangan? Beberapa kali sudah kita amati, betapa kunjungan-kunjungan semacam itu sungguh bersifat artifisial. Dan yang menjengkelkan, seringkali memacetkan jalan dan justru menghentikan kegiatan ekonomi.

Alangkah baiknya jika pemerintah berfokus kepada tugas utama mereka -- yang tentunya tidak perlu kita jabar-beberkan di sini. Saluran untuk mengambil keputusan publik sesungguhnya sudah terbangun. Tinggal menggunakannya dengan baik. Salah satu arus umpan balik adalah lewat studi-studi yang dilakukan pihak ketiga. Ketimbang pemerintah harus setiap minggu mengganggu kegiatan ekonomi masyarakat, misalnya, mereka bisa hemat waktu dengan duduk menekuni laporan-laporan dari berbagai pihak.

Tentang desa, misalnya, banyak sekali hal dan fakta penting yang sesungguhnya sudah ditemukan. Pemerintah tinggal mencoba menimbang-nimbang keputusan publik seperti apa yang merupakan konsekuensi logis dari temuan-temuan (dan rekomendasi-rekomendasi) tersebut. Misalnya, studi LPEM-FEUI dan Bank Dunia beberapa waktu lalu menemukan hal-hal menarik sbb:

  1. Kendala utama bagi investasi di desa adalah kurangnya permintaan akan barang dan jasa, diikuti oleh kurangnya akses ke fasilitas kredit formal, buruknya akses jalan, dan tingginya biaya tarnsportasi.
  2. Sebagian besar kesempatan kerja di Indonesia saat ini berada di sektor non-pertanian. Pelaku utama sektor non-pertanian adalah perusahaan mikro dan kecil. Kebanyakan mereka berfokus kepada perdagangan dan jasa. Mereka pada umumnya berusia muda dan hanya sedikit yang terdaftar (memiliki TDP). Mereka berfokus pada pasar lokal.
Banyak lagi hal-hal menarik dan penting yang akan kita lanjutkan dalam catatan yang lain.

4 comments:

Masarina said...

yahh..apa yang disebutkan memang benar..tapi sesungguhnya "mereka" lebih tahu persis dari apa yang telah diteliti oleh LPEM dan Bank Dunia, tetutama "mereka" yang bertahun-tahun tinggal dan berkuasa di sana tapi "mereka" tidak pernah tersentuh hatinya atau belum?? .....

Anonymous said...

Co, sesekali bolehlah.....he....he...he....merasakan suasana desa. Walaupun seperti yang anda bilang, penelitian, atau surat kabar, majalah, dll yang dengan mudah dapat diakses oleh presiden atau pejabat pemerintahan.

Anyway Co, ini blog keren punya? dikelola sendiri? Kok belum ada link ke Cafe Salemba misalnya?

Aco said...

Masarina, tenang :-)

Mone, thanks, Boss! Iya, yah, boleh dong SBY main-main ke desa kali, asal jangan ngerecokin :-) Atau sekalian nyamar aja kayak Nabi Sulaiman? Iya, Mon, ini blog eksperimen aja, mau belajar nulis dengan lebih terorganisir :-)

Anonymous said...

Hehehe... sentilan yang pas buat orang atas. Jadi inget waktu baca Menteri Marie kaget mendapati harga sembako di pasar melonjak tinggi *sigh*

Untung bukan jadi rakyat ya, kalau jadi rakyat kasian banget: harus terkaget2 setiap hari :D