Mengapa perbankan ogah menurunkan tingkat bunga pinjaman mereka, sekalipun Bank Indonesia sudah menurunkan BI rate berkali-kali? Karena mereka masih melihat risiko default yang besar.
Jadi, masalahnya adalah risiko. Bank Indonesia dan pemerintah, ketimbang ribut-ribut tentang tingkat bunga yang kondusif bagi sektor riil, harusnya memikirkan faktor risiko ini. Faktor risiko berhubungan erat dengan informasi. Saat ini, ketimpangan informasi menjadi katalis besarnya risiko yang ditakutkan oleh perbankan. Artinya, mereka tidak punya informasi yuang cukup tentang peminjam potensial.
Bank Indonesia ketimbang sibuk mengurusi skema kredit untuk UKMK (yang sebenarnya bukan tugas mereka), mungkin sebaiknya memikirkan cara untuk mengurangi ketimpangan informasi dan risiko ini.
Caranya antara lain adalah mengembangkan Biro Kredit. (Ya, BI punya unit dengan nama seperti ini, tapi dengan fungsi yang berbeda dengan yang ingin saya bicarakan saat ini). Biro Kredit ini mempunyai fungsi utama sebagai bank informasi kredit dan debitur. Idealnya, setiap saat bank bisa mengakses informasi dari calon peminjam. Ia akan meluluskan permintaan pinjama jika misalnya sejarah kredit si calon peminjam dapat diterima. Sebaliknya, para calon peminjam bisa mengakses informasi tentang sejarah kredit mereka dan meminta koreksi jika menurut mereka ada yang tidak tepat di dalam sejarah mereka.
Saya percaya, Biro Kredit seperti ini akan mampu mengurangi ketimpangan informasi. Dan karenanya mengurangi risiko.
Catatan: Untuk alasan yang tidak saya ketahui, RSS-feed untuk blog ini tidak ter-update dalam Bloglines maupun di Google Reader. Saya sedang berusaha memperbaikinya. Mohon maaf. Menurut Bloglines, hal ini bisa terjadi untuk WordPress. Saya memang menggunakan klon WordPress untuk Blogger di sini (lihat kredit di bawah). Terima kasih, dan mohon bersabar. (Aco)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment